Ada banyak sekali pertanyaan
dalam benakku. Beberapa ingin segera ku usir pergi agar tak membuatku khawatir
berlebihan. Insecure, katanya. Dengan berbagai pertanyaan yang ada, semua
berawal dari “What If...”. Ah, sial. Aku benci saat otakku mulai bercabang. Memikirkan
hal yang seharusnya tak perlu dipikirkan. Ini menyebalkan.
Bagaimana jika... Bagaimana
jika... Bagaimana jika...
Pernah tidak kamu menyukai
seseorang? Maksudku, menyukai seseorang sampai tak ingin kehilangan? Ah,
sepertinya ini kisah klasik anak remaja. Tetapi, tanyakan kembali pada dirimu
sendiri. Pernahkah?
Ada yang menyukai seseorang
sampai tak ingin kehilangan. Ada yang menyukai seseorang sampai kebahagiaan
orang itu menjadi lebih penting dibandingkan dengan kebahagiaan dirinya
sendiri. Ada pula yang meyukai seseorang sampai membayangkan bahwa akan terus
bersama orang itu untuk wkatu yang sangat lama. Bagaimana? Ini sekedar suka?
Atau cinta? Hmm.
Aku bukan yang paling mengerti
tentang cinta. Aku melihat pasangan yang paling bahagia berakhir dengan
perpisahan manis yang menyisakan luka. Sejak saat itu, aku terlalu takut
kehilangan. Aku tak pernah menyukai perpisahan. Tak ada yang indah. Selalu saja
menyisakan luka, yang sembuhnya cukup lama. Bahkan ada yang bekasnya tak bisa
hilang. Trauma. Begitu aku menyebutnya. Beberapa orang yang takut akan sesuatu
sampai berlebihan. Sebagian orang menyebutnya sebagai pobia. Hahaha
Jika yang katanya saling mencinta
bisa berpisah begitu saja? Lalu, masih bisakah disebut dengan cinta? Jika
mereka saling mencinta, kenapa harus berpisah? Kenapa? Oh, salah satunya
berhenti memperjuangkan? Atau mungkin salah satunya menemukan cinta yang lain?
Tulisanku selalu penuh dengan tanda tanya. Sejauh ini aku tak menemukan titik
terang. Aku tak bisa mendapatkan jawaban yang ku inginkan.
Tetapi, aku percaya. Akan tiba
saatya dimana cinta sejati itu datang. Bukan, bukan seperti di film Disney yang
berakhir dengan ciuman pangeran. Tapi cinta sejati, yang mana membuat kita tak
kan pergi meski tahu pasangan kita tak sempurna. Cinta sejati, yang mana akan
membuat kita pulang meski telah jauh melangkah. Ya, aku percaya.
Bagaimana jika kita menerima perpisahan itu dengan ikhlas? Selayaknya sebuah kata lama "dimana ada pertemuan diditu ada perpisahan"
ReplyDeleteikhlas memang ngga gampang tapi ngga gampang bukan berarti ga bisa
Semua kembali lagi pada pilihan. Dan pilihanku adalah tetap menunggunya pulang :)
Delete